Dynamic Blinkie Text Generator at TextSpace.net

Rabu, 22 Desember 2010

Kedamaian Islam Dalam Menjaga Indonesia

Dengan beragamnya budaya dan kekayaan alamnya yang melimpah, adalah keberkahan sekaligus tantangan bagi bangsa Indonesia. Lantas, bagaimana umat Islam seharusnya menjaga keberkahan Allah SWT ini?
Keberkahan Allah SWT memang terpancar jelas di Indonesia. Keberkahan seperti alam dan budaya yang kaya ini dapat membuat iri bangsa lain dari dulu hingga sekarang. Bertahun-tahun lalu, kita pernah mengalami penjajahan begitu rupa dan para kusuma bangsa telah mengajarkan dengan sangat baik. Pengorbanan menjaga bangsa demi anak cucu tidak bisa setengah-setengah, bahkan kalau perlu dengan nyawa.
Tentu, kekayaan yang diamanatkan ini mesti dijaga oleh kita sebagai generasi penerus. Islam sebagai kaum mayoritas pun punya kewajiban. Syaiful Bahri, Wasekjen PBNU, menegaskan bahwa menjaga tanah air sebenarnya adalah kewajiban setiap umat muslim.
Beberapa minggu lalu hubungan Indonesia dengan negara Malaysia menghangat. Isu Ambalat mengemuka kembali. Kapal-kapal Malaysia dengan rajin melewati batas teritorial Indonesia selama berhari-hari. Ini tentu merisaukan Indonesia sebagai negara yang berdaulat penuh atas daerah Ambalat.
Muchayat Salam, selaku Ketua Dewan Pembina Forum Silaturahmi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (FSPRMI), menegaskan hak Indonesia atas kepulauan Ambalat. “Mempertahankan hak itu wajib hukumnya, termasuk kepulauan Ambalat,” terang Muchayat. Baginya, Ambalat adalah milik Indonesia.
Sangat wajar jika Ambalat adalah zona perebutan. Disinyalir di kepulauan sebelah utara Indonesia ini terdapat ladang minyak yang cukup melimpah. Tak ayal, perebutan antar dua negara tetangga Indonesia dan Malaysia yang berada di perbatasan bakal berlangsung terus.
Menghadapi konfrontasi perbatasan seperti ini Indonesia harus dengan kepala dingin. Selain itu, Indonesia pun mesti bersikap tegas agar persoalan ini tidak berlarut dikemudian hari.
Mengenai hal ini, Muchayat menginginkan solusi damai dalam mengatasi isu Ambalat yang sempat memanas ini. “Jika ada yang lalai, Islam kan mengajarkan kita untuk mengingatkan dan menasehati. Kalau cara-cara diplomasi tidak bisa, ya baru dihadapi.”
Titik temu antar batas negara memang harus diselesaikan secara musyawarah terlebih dahulu. Diharapkan dengan musyawarah, dapat menghindarkan dari konflik yang semakin meruncing dan mengakibatkan perang. Perang sudah pasti akan jatuh banyak korban dari kedua belah pihak. Pun persaudaraan antar negara serumpun yang sudah dibina sejak dulu akan luntur.
Walaupun solusi dialogis telah diajukan, tetap saja ada kelompok masyarakat yang menginginkan konfrontasi secara fisik dengan Malaysia. “Sebetulnya kita tidak perlu emosional dalam hal ini. Pemerintah pun telah melakukan hal-hal preventif agar masalah perbatasan ini bisa diselesaikan secara tepat,” ujar Muchayat.
Muchayat pun menjelaskan bahwa Indonesia sendiri telah mempunyai sistem dalam mempertahankan kedaulatan. Termasuk didalamnya menjaga teritorial perbatasan Indonesia. “Kekuatan pertahanan kita pasti ditingkatkan. Kita tidak perlu takut pada Malaysia, tapi alangkah lebih baik kita berunding dulu sesama negara serumpun,” kata Muchayat.
Belum lagi masalah Ambalat rampung, kita dihadapkan lagi dengan Malaysia soal penyiksaan tenaga kerja Indonesia di sana. Yang paling menggemparkan adalah kisah Siti Hajar, tenaga kerja wanita asal Garut, yang kabur dari penyekapannya dan lari ke Kedutaan Besar RI di Malaysia. Masalah ini kontan menyulut kemarahan, sebab jika melihat bekas luka Siti Hajar, sangat memilukan. Sekujur tubuhnya terdapat luka memar dan luka bakar. Sebagian wajahnya pun melepuh.
Seketika kasus ini menjadi besar. Media-media nasional menjadikannya tiras berita utama dalam beberapa kesempatan. Bahkan, Presiden SBY pun menghubungi Siti Hajar secara pribadi lewat telepon, menanyakan kondisi terakhirnya. Dalam sambungan telepon yang disiarkan sejumlah media televisi nasional tersebut, SBY bersimpati terhadap nasib yang dialami Siti Hajar. Ia mengimbau Siti Hajar untuk sabar dan berjanji pemerintah akan membantu menyelesaikan kasus hukumnya.
Kasus ini kian menambah runcingnya hubungan Indonesia-Malaysia. Muchayat menilai persoalan ini jangan dibawa ke kasus antar negara, biarpun masalah ini melibatkan kedua warga negara tetangga ini. “Ini ulah perorangan saja. Kita berharap pemerintah Malaysia bisa mengatasinya secara adil,” jelas Muchayat.
“Sebenarnya misi Islam pun adalah pembebasan manusia dari perbudakan. Kita berdiri sama tinggi, duduk sama rendah. Ketika mereka (Malaysia-red) butuh tenaga, ya mereka juga harus berani membayar hak,” tambah Muchayat.
Kasus Siti Hajar seperti hanya puncak gunung es dari ribuan masalah mengendap dibawahnya. Pemerintah Indonesia mengambil langkah cepat dengan memberhentikan sementara pengiriman TKI ke Malaysia hingga masalah ini benar-benar kelar. Harapannya, perlindungan terhadap TKI dapat terjamin lebih dulu sehingga mereka bisa tenang bekerja di sana.
Problem hak cipta juga menghadapkan kita kepada negara Malaysia. Kita tentu masih ingat pada masalah klaim pihak Malaysia terhadap kesenian Reog Ponorogo dari Jawa Timur. Reog Ponorogo yang sudah dipentaskan selama berabad ini yang belum mendapatkan hak cipta ini tiba-tiba diakui Malaysia sebagai keseniannya.
Kejadian ini mengakibatkan kekhawatiran tentang nasib karya cipta anak bangsa lainnya. Kesenian Indonesia berjumlah jutaan dan belum semua mendapatkan hak cipta. “Sebetulnya hal ini bisa diselesaikan secara hukum. Secara de facto Indonesia batiknya hingga Reog Ponorogo sudah berada dari ratusan tahun. Hak-haknya belum dipatenkan, ini kan ada celah yang dimanfaatkan Malaysia,” cetus Muchayat, yang juga Ketua Barisan Indonesia (Barindo) Jakarta.
Menurutnya, celah-celah hak paten yang bisa dimanfaatkan pihak lain, hendaknya bisa kita tutupi. Selain peran pemerintah, warga Indonesia pun dituntut untuk pro aktif mendaftarkan karyanya supaya tidak diklaim oleh bangsa lain.
Berbagai permasalahan antar negara ini tentu membutuhkan sikap yang tepat agar melahirkan solusi yang tidak berujung pada konflik. Muchayat pun menganjurkan cara-cara Islami yang bersifat musyawarah secara kekeluargaan dapat dilakukan untuk mengatasi problem kebangsaan. Sebab, fungsi Islam turun ke dunia sebagai rahmatan lil alamin, atau rahmat alam semesta. Mendamaikan dan memberi kesejukan pada umat manusia.

Sumber :
http://tabloidmasjidnus.wordpress.com/edisi/tamara-edisi-iv-juli-2009/kedamaian-islam-dalam-menjaga-indonesia/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar